Jawa Tengah, Samacarapers – Bertempat di Vihara Bodhivamsa pada hari Senin, (9/6/2025), acara ini mengulik ajaran cinta kasih dalam agama Buddha yang menjadi pondasi dalam kehidupan bermasyarakat dan toleransi antar umat beragama. Maraknya kasus intoleransi yang masih sering terjadi di Indonesia sering kali ditandai dengan munculnya ujaran kebencian di media sosial, di mana satu agama menyerang agama lainnya. Sikap ini biasanya muncul akibat kurangnya pengetahuan tentang agama lain, sehingga menimbulkan prasangka. Meskipun setiap agama menawarkan nilai-nilai toleransi yang baik, hal ini dapat menjadi masalah ketika sifat fanatik menguasai, di mana seseorang menganggap ajaran agama sendiri paling benar dan ajaran agama lain salah.
Pada kesempatan ini tim media samacara pers melakukan kunjungan ke Vihara Bodhivamsa, yang merupakan salah satu tempat ibadah agama budha di klaten. Kunjungan ini tidak hanya sekedar untuk melihat rumah ibadahnya tetapi juga melakukan wawancara mengenai toleransi umat budha dengan sekretaris di Vihara Bodhivamsa yaitu bapak Gede Ariya

Tanya: Sikap toleransi seharusnya dimiliki oleh umat beragama. Dalam ajaran agama Buddha, kita mengenal ajaran cinta kasih. Lalu, bagaimana konsep cinta kasih dalam ajaran agama Buddha itu sendiri?
Jawab: Ajaran cinta kasih identik dengan upaya seseorang untuk membahagiakan orang lain tanpa terkecuali, kepada semua makhluk, bahkan kepada orang yang tidak menyukai kita sekalipun. Hal ini dilakukan tanpa embel-embel, yaitu tanpa mengharapkan balasan karena kita menyukai orang tersebut. Ajaran cinta kasih dan belas kasih sangat berpengaruh terhadap diri kita dan orang lain, terutama dalam bertoleransi antar umat beragama. Dengan demikian, kata toleransi benar-benar dapat tercipta.
Tanya: Pada akhirnya, apakah ajaran cinta kasih sebatas tidak menyakiti atau menyiksa orang lain, ataukah lebih dari itu?
Jawab: Ya, ajaran cinta kasih tidak sebatas pada tidak melukai atau menyakiti orang lain, tetapi merupakan sesuatu yang lebih besar dari itu. Dengan menerapkan ajaran cinta kasih, kita tidak hanya tidak menyakiti orang lain, tetapi juga membahagiakan diri kita dan makhluk lain.
Tanya: Agama Buddha memiliki ajaran untuk hidup tanpa kekerasan, bukan? Sejauh mana umat Buddha mengimplementasikan ajaran ini dalam menumbuhkan sikap toleransi antar umat beragama?
Jawab: Hidup tanpa kekerasan sama dengan membahagiakan orang lain. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat luar biasa karena hidup tanpa menyakiti makhluk lain berarti kita menciptakan toleransi. Misalnya, saya sebagai orang Buddha berperan sebagai agen untuk menciptakan toleransi dengan tidak melukai Anda sebagai umat Hindu. Dengan melindungi diri saya dan tidak menyakiti Anda, saya juga melindungi diri sendiri, dan hal ini menciptakan toleransi.
Contoh implementasi lainnya adalah saat perayaan Waisak kemarin, di mana tidak hanya umat Buddha yang terlibat, tetapi juga umat beragama lain. Bahkan, yang membantu penerimaan tamu berasal dari Katolik, Hindu, dan umat lainnya. Hal ini juga tidak hanya dilakukan di Vihara ini, tetapi di tempat lain, salah satunya perayaan di Candi Borobudur kemarin.
Tanya: Apakah ada salah satu ayat dalam kitab suci agama Buddha yang menjadi dasar bagi umat Buddha untuk menciptakan toleransi itu sendiri?
Jawab: Sejauh yang saya tahu, kata “toleransi” lebih merujuk pada Metta Sutta, yang merupakan penyebaran cinta kasih. Metta Sutta, atau yang telah diambil dari Tripitaka dan dijadikan parita, dikenal sebagai Karaniya Metta Sutta. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh seseorang yang tangkas dalam hal-hal yang berguna dan mengantar ke jalan kedamaian, sebagai orang yang cakap, jujur, lemah lembut, dan tidak sombong.
Di bagian bait ke-7, 8, dan 9, diceritakan bagaimana seorang ibu mempertaruhkan jiwa untuk melindungi putra tunggalnya; demikianlah seharusnya perlakuan kita terhadap semua makhluk. Dengan demikian, kita menyebarkan cinta kasih kepada semua makhluk tanpa batas.
Dari hasil wawancara tersebut, menunjukkan bahwa dalam agama Buddha, ajaran cinta kasih menjadi dasar atau pondasi bagi umat Buddha untuk menciptakan toleransi antar umat beragama. Ajaran cinta kasih ini bukan hanya sekadar tidak melukai atau menyakiti orang lain, tetapi lebih dari itu. Karena tidak menyakiti orang lain sama dengan membahagiakan orang lain, yang berarti menghargai perbedaan sehingga dapat menciptakan toleransi. Implementasi dari ajaran cinta kasih ini sudah terbukti saat perayaan Waisak, di mana umat beragama lain ikut serta dalam mempersiapkan hingga pelaksanaan kegiatan.


Pewawancara: Reffy Frizta Dianti
Penulis: Reffy Frizta Dianti
Dokumentasi: Danang Ageng Priyambada