Jawa Dwipa, 21 Februari 2025 – Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Jawa Dwipa menjadi tempat diskusi yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Samacara, dengan mengusung semangat Kawah Candradimuka. Diskusi ini bertema buku “Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX” karya Peter Carey dan Vincent Houben, yang diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama. Acara berlangsung selama dua jam, dari pukul 13.00 hingga 15.30, di ruang rapat lantai 1.
Diskusi dibuka oleh MC Reffy, mahasiswa semester 6, dan dipandu oleh Wisnu, mahasiswa STAHN. Acara ini menghadirkan beberapa pembicara internal, termasuk dosen dan mahasiswa STAHN, seperti Gede Agus Siswadi, Heri Purwanto, Dewa Yoga, Amanda, dan Putu Lingga.

Amanda, salah satu pembicara, memaparkan bahwa perempuan dalam wayang Jawa menunjukkan tekad yang tidak kalah dengan lelaki. Ia menekankan bahwa perempuan berperan sebagai wadah kesaktian dan penerus warisan leluhur, bertolak belakang dengan stereotip Raden Ayu sebagai “boneka yang berkepala kosong.”


Heri Purwanto melanjutkan dengan presentasi mengenai teknik penulisan buku Peter Carey yang kental dengan historiografi. Ia menjelaskan bagaimana Carey berhasil menggambarkan kondisi perempuan perkasa pada abad XVIII dan XIX melalui peran strategis Nyi Ageng Serang dan Raden Ayu Yudokusumo, yang dianggap sebagai dua Srikandi pada masanya.
Dewa Yoga menambahkan bahwa perempuan berfungsi sebagai pemelihara dinasti dan bahwa pernikahan antar keluarga kerajaan adalah strategi politik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Putu Lingga, yang menunjukkan bahwa banyak pasangan raja dan bangsawan di Jawa Tengah akhir abad ke-18 berasal dari keluarga kiai, memperkuat hubungan antara bangsawan dan rakyat biasa.
Gede Agus Siswadi, sebagai penanggap, mengangkat pandangan filsafat dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai pemikiran dan kebebasan perempuan, yang menjadi titik pijak gerakan feminisme di Eropa pada abad ke-20.


Acara ditutup dengan sesi tanya jawab, di mana peserta diberikan kesempatan untuk berdiskusi lebih lanjut dengan para narasumber. Diskusi ini tidak hanya memperkaya wawasan peserta tentang peran perempuan dalam sejarah Jawa, tetapi juga mendorong refleksi kritis mengenai isu-isu gender yang relevan hingga saat ini.
