Narasumber: Gede Agus Siswadi (Dosen dan Sekretaris LP2M STAHN Jawa Dwipa)
Wawancara awak Samacara kali ini bersama dengan Dosen Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Jawa Dwipa Klaten Jawa Tengah, Gede Agus Siswadi, M.Pd., M.Phil. pada Hari Sabtu, 5 Oktober 2024. Kami mencoba untuk menggali lebih dalam lagi terkait sumber dan referensi dari Hari Raya Kuningan, terutama maknanya bagi Umat Hindu di Indonesia. Berikut adalah hasil wawancara singkat tersebut:
Pertanyaan:
Ketika membicarakan terkait Hari Kuningan, dalam agama Hindu, sastra apa yang menjadi rujukan hari raya tersebut?
Jawab:
Kuningan jika ditelisik dalam sastra, maka titik berangkatnya adalah sumber hukum Hindu, dan itu jelas dalam Manawa Dharmasastra II. 6 menyuratkan terdapat lima sumber hukum Hindu yakni dari Sruti, Smrti, Sila, Acara dan Atmanastusti. Oleh karenanya, sumber sastra yang berkaitan dengan hari suci Kuningan itu sesungguhnya bersumber dari Smrti, bagian dari Nibanda, dan sumbernya jelas dalam Lontar Sundarigama.
Pertanyaan:
Bagaimana selanjutnya dalam Lontar tersebut apakah dijelaskan secara eksplisit?
Jawab:
Begini selanjutnya dalam sastra;
Saniscara Kliwon wara Kuningan payoganira Bethara Maha Dewa tumurana pepareng para Dewata muang mwang Sang Dewa Pitara, asuci laksana neher memukti, maka pralingga. Aja Sira Ngarcana Lepasing Dauh, prwateking Dewata mantuk maring sunia taya, hana muah pengaci ning janma manusa, sesayut pryasita, penek kuning iwak itik putih maukem-ukem. Disebut pemujaannya atau yang beryoga adalah Betara Dewa Mahadewa Kemudain turunlah Dewa Mahadewa itu bersama dengan para leluhur.
Dan begini kira kira penjelasannya,
Jadi hari suci kuningan itu merupakan rangkaian hari suci yang berasal dari tumpek wariga, kemudian Sugian Jawa (maknanya penyucian terhadap Buana Agung/ Makrokosmos), kemudian Sugian Bali ( Penyucian Bhuana Alit/ Mikrokosmos). Setelah itu, dilakukan pemacekan agung kemudian ada penampahan dan tumpek kuningan (semua tahapan itu merupakan rangkaian prosesi kemenangan Dharma melawan Adharma).
–
Dalam kuningan itu juga, Bhatara Mahadewa turun untuk memberikan anugerah seperti benteng, yang kita lihat contohnya simbol-simbol seperti Tamiang dan endongan dan lain- lain (jadi hal tersebut memberikan simbolisasi bahwa Tuhan turun memberikan anugerah berupa membentengi manusia dalam melanjutkan hidupnya).
–
Puncak dari rangkaian perayaan kemenangan Dharma itu di pegatwakan/ bude kliwon pahang (dimana kita melepas penjor/mencabut penjor). Kuningan itu wuku ke 12 dalam sistem pawukon, dan sudah dijelaskan dalam kitab lontar sundarigama bahwa “Bhatara Mahadewa” turun bersama Hyang Dewa pitara itu temedun ring jagat sampai jam 12 siang (Jadi beliau naik ke kahyangan setelah jam 12 siang) ada persepsi kuningan itu dilakukan sampai jam 12 siang saja.
Pertanyaan:
Jika ada, apakah makna umum dan khusus dari Hari raya Kuningan? kita tahu bahwa Hari Kuningan diasosiasikan pada tahap akhir hari raya Galungan, dengan narasi utama yaitu “Kemenangan Dharma Melawan Adharma” secara umum, apakah ada secara khusus?
Jawab:
Makna khusus dan umum hari suci Kuningan bisa dirujuk pada istilah Kuningan itu Kauningan, turunannya Dewa Mahadewa dan Pitara itu memberikan anugerah dan benteng bagaimana kita menjalani hidup tetap berlandaskan dengan Dharma.
Jadi meskipun Dharma sudah menang kita tetap dibentengi.
Menurut ajaran dalam Manawa Dharmasastra, perjalanan hidup manusia melalui berbagai zaman memberikan pemahaman yang mendalam tentang dinamika konflik. Di Zaman Satya Yuga, di mana tidak ada musuh di dunia, kita dapat merasakan kedamaian sejati. Namun, seiring berjalannya waktu, pada Zaman Krta Yuga, musuh mulai muncul dalam bentuk pertentangan, sebagaimana digambarkan dalam kisah Ramayana antara Rama dan Rahwana.
–
Kemudian, dalam Zaman Dwapara Yuga, konflik semakin nyata, seperti yang terlihat dalam Mahabharata, di mana musuh berada di hadapan kita. Akhirnya, pada Zaman Kaliyuga, musuh yang paling sulit dihadapi adalah diri kita sendiri. Dalam konteks ini, perang antara Dharma dan Adharma menjadi pertarungan untuk menaklukkan ego kita dan menjaga pikiran serta tindakan kita agar selalu berlandaskan pada Dharma, sesuai dengan prinsip Tri Kaya Parisudha. Dengan demikian, kita diingatkan untuk terus berupaya memperbaiki diri dan menjaga keseimbangan dalam hidup.
–
Jadi sehingga perayaan Kuningan ini mengingatkan kita bahwa tuhan memberikan anugerah/tameng dan lakukan tugasmu dengan beralaskan dengan Dharma.
Pertanyaan:
Baik Pak Gede terima kasih atas jawabannya
Wawancara ini merupakan upaya kami dalam menggali asal muasal dari perayaan Hari Suci Hindu dengan melakukan korespondensi dengan para tokoh yang ahli dalam bidangnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan penerangan lebih mendasar terhadap produksi pengetahuan keagamaan dan budaya dalam Hindu. Dan kami tidak menutup kemungkinan untuk menerima narasi lainnya dalam menerangkan prinsip mendasar ini jika diperlukan sebuah diskursus.
–
Pewawancara: Reffy Frizta Dianti
Penulis: Ketut Dewi Kartika
Penyunting: Dharmayasa