Tanggal 10 – 12 November 2024 bertempat di Candi Prambanan telah diselenggarakan Upacara Abhiseka yang ke-6 sekaligus memperingati peresmian Candi Prambanan yang ke 1.168. Upacara ini dipuput oleh 8 Pinandita yang diantaranya Ida Pandita Mpu jaya Brahmananda (Bali), Ida Rsi Agung Putra Natha Siliwangi Manuaba (Jawa Barat), Romo Wiku Satya Dharma Telabah (Jawa Tengah), Ratu Bhagawan Dalem Acarya Maha Kerti Wira Jagad Manik (Daerah Istimewa Yogyakarta), Ida Pedanda Gede Nyoman Puja Manuaba (Nusa Tenggara Barat), Ida Pandita Mpu Jaya Ashita (Bali), Romo Rsi Hasto Dharma Telabah (Jawa Timur), dan Ida Mpu Natha Jelantik (Lampung).
–
Kegiatan ini dilakukan untuk memperingati peresmian Candi Prambanan yang ke 1.168, dan kegiatan ini dinamakan “Abhiseka Samapta Dwiyottama Swalayan” yang diambil dari bagian Prasasti Siwa Grha yang berbunyi
artinya setelah tempat berlindung civa selesai dibangun dalam kemegahan ilahi, sungai (jalur) diubah sehingga beriak di sepanjang halaman. Sedangkan kata Abhiseka berarti penyucian atau ritual pemandian arca, pratima suci dengan menggunakan wewangian dan sarana lain. Sehingga “Abhiseka Samapta Dwiyottama Swalayan” berarti pensucian arca Dewa Siva yang megah dan keindahan ilahi. Namun karena Arca Dewa Siva merupakan Cagar Budaya yang tidak boleh terkena zat cair maka pratima diganti dengan simbol Lingga-Yoni yang disimpan di Pura Wisnu Sakti, Tambakan.
–
–
Ketua Umum Pengurus Harian PHDI Pusat, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Wisnu Bawa Tenaya, S.I.P, dalam Dharmawacananya menjelaskan bahwa akar-akar keberagaman dan toleransi dapat dilihat pada kompleks Candi Prambanan (Hindu) dan Candi Sewu (Buddha). Contoh dari hal ini adalah pernikahan antara Rakai Pikatan (Hindu) dan Pramodawardhani (Buddha). Selain itu, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa” yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu” menjadi rujukan penting dalam memahami nilai-nilai tersebut.
–
Penulis: Priska Sarasvati
Gambar: Dharmayasa
Penyunting: Priska Sarasvati